Burhanuddin Abdullah, ia adalah Gubernur Bank Indonesia dari tahun
2003 hingga 2008. Di masa Presiden Abdurahman Wahid, ia menjabat sebagai
menteri koordinator bidang perekonomian. Tiga puluh tujuh hari
menjelang jabatannya sebagai Gubernur BI berakhir, Burhanuddin menjadi
penghuni rutan Mabes Polri Jakarta Selatan. Kasus yang dituduhkan yaitu
korupsi dalam pengeluaran dana Yayasan Pengembangan Perbankan
Indonesia (YPPI) tanpa proses mekanisme peraturan BI, sehingga negara
dirugikan sebesar Rp 100 miliar dan Burhanuddin dianggap menyalahi
wewenang jabatannya. Akibatnya ia dipenjara 5 tahun 6 bulan, dan denda
Rp 250 juta. Pada 6 Maret 2010, Burhanuddin dinyatakan bebas bersyarat
oleh LP Sukamiskin, Bandung.
Dalam Kick Andy Burhanuddin berkisah tentang perasaannya saat vonis
dijatuhkan, bagaimana keluarganya menghadapi kenyataan bahwa suami dan
ayah mereka harus dijebloskan dalam penjara, juga kehidupannya didalam
penjara yang tidak seseram yang ia bayangkan sebelumnya. Hanya aturan
yang sering berubah dalam penjara, yang membuatnya merasa sangat
tersiksa. Salah satu kisah yang cukup menggelikan saat didalam penjara
ia menjabat sebagai “Pak RT” yang notabene harus selalu mendapat
laporan adanya “warga” baru. Suatu ketika ada seorang kriminal yang
sangat ketakutan padanya, masuk dan kemudian melapor bahwa kejahatannya
adalah membuat uang palsu.
Tamu lainnya adalah Theo F Toemion. Tak lama setelah pergeseran
posisinya sebagai Ketua Badan Koordionasi Penanaman Modal atau BKPM.
Theo Toemion kemudian dijerat oleh KPK dalam kasus Program Tahun
Investasi Indonesia atau Program Investment Year 2003-2004. Program
tersebut dibuat untuk menggalakkan investasi ke Indonesia yang saat itu
mengalami iklim investasi terpuruk akibat tragedi bom di Bali. Theo
kemudian diadili dan dituntut 6 tahun penjara. Dari pengadilan Tipikor,
Theo akhirnya mendapat vonis 6 tahun penjara. Tetapi vonis akan
berkurang jika Theo bisa membayar pengganti kerugian sebesar 23,115
miliar dalam waktu 1 bulan. Setelah menjalani sepertiga masa tahanan
dan berkelakuan baik, Theo akhirnya dibebaskan pada 17 Agustus 2010.
Sama seperti Burhanuddin, saat di dalam penjara bahkan ia bisa
kuliah hukum, menulis dan meluncurkan bukunya di LP Cipinang,
Jakarta.
Banyak yang tidak setuju ketika Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, MS,
dianggap terkait dengan kasus korupsi dana non budgeter (pungutan tidak
sah) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) selama periode 18 April
2002 hingga 23 Maret 2005. Dana non budgeter yang berasal dari
sumbangan para pejabat Eselon I dan Kepala Dinas Propinsi tersebut
digunakan untuk kepentingan institusi dan bukan untuk pribadi. Bahkan
seluruh mekanisme dan aliran dana dicatat dan dibukukan dengan baik.
Menurut Rokhmin, pengumpulan dan penggunaan dana non budgeter DKP sudah
ada sejak DKP berdiri dengan Menteri Sarwono Kusuma Atmadja dan hal
ini juga terjadi dihampir semua departemen. Rokhmin pun di vonis 7 tahun
penjara atau denda 200 juta. Pada November 2009 PK Rokhmin dikabulkan,
setelah menjalani dua pertiga masa hukuman sekitar 3 tahun 6 bulan,
Rokhmin mendapat pembebasan bersyarat dari Lapas Cipinang, Jakarta
Timur pada 25 November 2009. Bagi keluarganya, biasanya memiliki ayah
dengan label koruptor dan menjadi narapidana merupakan hal yang cukup
berat, tetapi tidak halnya dengan anak-anak Rokhmin. Meski status PNS
nya dicabut, tetapi status Guru Besar IPB tetap dipertahankan.
Ketabahan keluarga dan dukungan banyak orang saat Rokhmin terpuruk
menjadikannya penjara seperti pesantren. Didalam penjarapun ia berhasil
menyelesaikan 3 buah bukunya, para mahasiswanya S2 dan S3 pun juga
tetap melakukan bimbingan.
Tamu terakhir Kick Andy adalah Mohammad Hasan, atau lebih dikenal
dengan Bob Hasan. Bob Hasan didakwa melakukan korupsi dalam mega proyek
pemotretan dan pemetaan kawasan hutan seluas 30,6 juta hektar di
seluruh Indonesia dengan menggunakan dana asoisasi pengusaha hutan
indonesia (APHI) sebesar 168,11 juta dolar US dan dana reboisasi DepHut
sebesar 75,6 juta dolar US. Di pengadilan, Bob Hasan pernah
menyampaikan pembelaan. Namun pembelaan tersebut tidak berpengaruh
banyak, karena pada tingkat pengadilan pertama, majelis PN Jakarta
Pusat menghukum Bob Hasan dua tahun penjara dan mengganti kerugian
negara sebesar 14,126 miliar. Ketika mengajukan banding, demikian juga
sang jaksa, alhasil malah di tingkat banding, hukuman Bob Hasan
menjadi enam tahun penjara dan diharuskan membayar kerugian negara 243
juta dollar US. Akhirnya setelah menjalani dua per tiga masa hukumannya
di Nusakambangan, dan mendapat beberapa kali remisi karena ia
dinilai berkelakuan baik, maka pada 2 Februari 2004, Bob diberi
pembebasan bersyarat.
Bagaimana tidak ia dianggap berkelakuan baik, kehidupannya didalam
penjara bagaikan sinterklas bagi narapidana lainnya. Tak hanya
memperbaiki sarana dan pra sarana dalam penjara, Bob sang dermawan juga
memberdayakan para napi dengan membekali kemampuan mereka menjadi para
perajin batu mulia yang kemudian hari juga mengubah para perajin
disekitar penjara. Sosok humoris dan selalu tampak santai ini berkisah
bagaimana ia menjalani masa hukumannya dengan tanpa beban. Penonton
Kick Andy seringkali dibuat tertawa dengan ceritanya yang mengalir
begitu saja. Meski mengaku tak pernah dikunjungi anak istri saat berada
dalam penjara, anak angkat Jend. Gatot Soebroto ini memandang masa
lalunya menjadi kenangan manis dalam perjalanan hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar